3 Peristiwa Sejarah di Tegal yang Jarang Diketahui Warganya

Inspira Talk – Setiap daerah pasti memiliki sejarah, tidak mungkin tidak. Tegal, misalnya, menyimpan banyak jejak masa lalu yang menarik untuk diketahui. Namun, tidak semua peristiwa tersebut diketahui secara luas, bahkan oleh orang Tegal sendiri.

Berikut adalah peristiwa sejarah di Tegal yang jarang diketahui oleh warganya:

1# Peristiwa Tiga Daerah

Baca Juga: Menteri Purbaya Terancam di Reshuffle usai Tolak Bayar Utang Whoosh Melalui APBN

Pertama ada revolusi sosial yang dikenal dengan nama Peristiwa Tiga Daerah. Nama tiga daerah sendiri mengacu pada Tegal, Brebes, dan Pemalang. Pada peristiwa yang berlangsung antara Oktober hingga Desember 1945, rakyat bergerak melengserkan para elite birokrat dan pangreh praja seperti residen, bupati, wedana, camat, hingga kepala desa.

Revolusi sosial ini dimulai di Desa Cerih. Desa ini terletak di perbukitan Tegal Selatan, berseberangan dengan Kabupaten Pemalang, dibatasi oleh Sungai Rambut. Lurah Cerih yang bernama Raden Mas Harjowiyono oleh rakyat dilucuti, diberi pakaian goni, sementara istrinya diberi kalung padi.

Mereka kemudian diarak, diiringi dengan bunyi gamelan milik lurah. Setelah itu, mereka diperlakukan seperti ayam, dipaksa minum air mentah dalam tempurung, dan makan dedak. Aksi tersebut dikenal dengan nama “dombreng”, di mana kemudian aksi seperti itu menyebar ke desa-desa lainnya di Tegal, bahkan sampai Brebes dan Pemalang.

Baca Juga: PMII FH UGJ Soroti Dugaan Korupsi Proyek Infrastruktur di Kabupaten Cirebon

Menariknya, Presiden Soekarno sampai datang langsung ke Tegal pada 17 Desember 1945. Turut serta Jenderal Soedirman, Fatmawati, Wakil Presiden Mohammad Hatta, dan Perdana Menteri Sutan Syahrir.

Dalam pidatonya, Soekarno mengatakan “Hai rakyat Tegal, Brebes, dan Pemalang. Jangan kamu mendirikan republik kecil-kecilan, jangan kau mendirikan republik sendiri-sendiri, jangan ada Republik Tegal, Republik Slawi, Republik Talang, Republik Brebes, dan Republik Pemalang. Hentikan tindakan yang sesat, kita harus bersatu, kita harus mendirikan republik yang kuat dan besar.”

2# Peristiwa DI/TII

Orang Tegal tentu tak asing dengan monumen Gerakan Banteng Nasional (GBN) yang terletak di Slawi dan Lebaksiu. Letaknya yang strategis membuat monumen ini kerap dijadikan penanda arah bagi masyarakat Tegal. Namun, di balik fungsinya sebagai penunjuk jalan, sedikit masyarakat Tegal yang tahu mengenai sejarah di balik monumen itu.

Baca Juga: Tiba di Turki, Presiden Prabowo Subianto Disambut Presiden Erdogan

GBN adalah nama operasi militer untuk menumpas gerakan Darul Islam (DI)/Tentara Islam Indonesia (TII) di Jawa Tengah, khususnya di Tegal, Brebes, dan Pemalang. Pasukan yang melawan gerakan ini dikenal dengan nama Banteng Raiders. Operasi ini turut melambungkan nama Ahmad Yani, Ali Murtopo. Gerakan DI/TII di Tegal berlangsung dari tahun 1949-1962. Di kemudian hari Banteng Raiders dikirim ke Sumatera Barat melawan PRRI (Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia).

Amir Fattah menjadi ikon dari gerakan DI/TII di Tegal. Pada 23 Agustus 1949 di Desa Pengarasan, Dukuhturi, Tegal, ia memproklamirkan diri bahwa gerakan di Jawa Tengah adalah bagian dari DI/TII Jawa Barat di bawah pimpinan Kartosuwiryo. Mantan anggota Hizbullah ini kemudian tertangkap pada 22 Desember 1950 di Cisayong, Tasikmalaya. Meskipun pemimpinnya tertangkap, gerakan ini di Tegal tetap eksis. Mereka bergerilya di lebatnya hutan Gunung Slamet.

Perlu diketahui juga bahwa kemunculan DI/TII di Tegal tidak dapat dilepaskan dari adanya kebijakan ReRa (Restrukturisasi dan reorganisasi) di tubuh tentara yang dicanangkan oleh Kabinet Hatta pada tahun 1948. Gagasan tersebut berasal dari Wakil Panglima Besar AH Nasution. Melalui Re-Ra, jumlah personel tentara dipangkas hingga setengahnya, dengan ketentuan hanya mereka yang memiliki ijazah yang tetap dipertahankan. Akibatnya, kelompok santri tidak memperoleh ruang dan tersingkir dari jalur karier militer. Padahal mereka ikut terjun dalam berbagai palagan pertemupuran.

3# Orang Nomor Dua di CC PKI adalah Orang Tegal

Namanya memang tak semasyuhur DN Aidit dan Nyoto, tetapi MH Lukman adalah tokoh penting PKI (Partai Komunis Indonesia). Ia turut berperan dalam membangun kembali dan menata ulang PKI bersama DN Aidit dan Njoto setelah pecahnya Peristiwa Madiun 1948.

Muhammad Hatta Lukman lahir Di Desa Cerih, Jatinegara, Tegal pada 20 Februari 1920. Ayahnya yang bernama KH Muklas adalah pimpinan Sarekat Rakyat (SR) Jatinegara. Pada tahun 1928, KH Muklas dibovendigulkan. Lukman pun ikut serta bersama ayahnya ke Boven Digoel, Papua.

Pada tahun 1934, Lukman berjumpa dengan Sutan Sjahrir dan Mohammad Hatta, yang saat itu sama-sama tengah diasingkan ke Boven Digoel. Kedekatan Bung Hatta dengan keluarga Lukman membuat Haji Muchlas kemudian menambahkan nama “Muhammad Hatta” di depan nama Lukman. Kemudian pada tahun 1938, Lukman kembali ke kampung halamannya.Pada masa kependudukan Jepang, ia berkenalan dengan Aidit.

Pada tahun 1951, Aidit, Lukman, dan Njoto mengambil alih pucuk kepemimpinan PKI. Dalam struktur baru itu, Aidit ditetapkan sebagai Sekretaris Jenderal, MH Lukman sebagai Wakil Sekjen I, dan Njoto sebagai Wakil Sekjen II. Delapan tahun kemudian, tepatnya pada 1959, jabatan sekjen dan wakil sekjen diganti menjadi ketua dan wakil ketua. Dengan perubahan tersebut, MH Lukman pun menjabat sebagai Wakil Ketua I PKI.

Itulah peristiwa sejarah di Tegal yang jarang diketahui oleh warganya.***

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *