Indonesia Jadi Korban Perang Dagang AS, Apa Dampak Untuk Indonesia?

Pasar Dagang Global

Inspira Talk – Perang dagang global kembali memanas setelah Presiden Amerika Serikat (AS) mengumumkan kebijakan tarif baru terhadap berbagai negara, termasuk Indonesia.

Indonesia menjadi salah satu korban dari kebijakan ini, dengan di kenai tarif sebesar 32 persen. Langkah ini memicu kekhawatiran terhadap dampak ekonomi, perdagangan, dan hubungan diplomatik antara Indonesia dan AS.

Kebijakan Tarif Trump: Latar Belakang dan Tujuan

Dalam sebuah upacara di Rose Garden, Presiden AS mengumumkan kebijakan tarif yang berlaku untuk puluhan negara asing. Menurutnya, langkah ini di ambil untuk melindungi industri manufaktur domestik AS yang telah lama di rugikan oleh praktik perdagangan internasional yang tidak seimbang.

Baca Juga: Drama Injury Time! Timnas Indonesia U-17 Tumbangkan Korea Selatan 1-0 di Laga Perdana Piala Asia U-17 2025

“Selama bertahun-tahun, warga Amerika yang bekerja keras di paksa untuk duduk di sela-sela ketika negara-negara lain menjadi kaya dan berkuasa, sebagian besar dengan mengorbankan kita,” tutur Donald Trump dalam pidatonya, Kamis 3 April 2025.

Dia menambahkan bahwa meskipun tarif yang di kenakan tidak sepenuhnya timbal balik, AS tetap berusaha untuk menyeimbangkan perang dagang dengan mitra-mitranya.

“Kami akan menagih mereka sekitar setengah dari apa yang mereka – dan telah – bebankan kepada kami,” ucap Donald Trump.

Indonesia Terkena Tarif 32 Persen: Apa Saja Dampaknya?

Dampak terhadap Ekspor Indonesia Dengan tarif 32 persen, produk-produk Indonesia yang di ekspor ke AS akan mengalami kenaikan harga di pasar AS.

Perang dagang berpotensi mengurangi daya saing produk Indonesia, mengingat negara lain yang memiliki tarif lebih rendah akan lebih menarik bagi konsumen Amerika. Beberapa sektor yang paling terdampak meliputi:

Baca Juga: Bersejarah, Skuad Timnas Indonesia U-17 Kalahkan Korea Selatan di Piala Asia

1. Tekstil dan produk garmen

2. Elektronik dan komponen listrik

3. Produk kelapa sawit dan turunannya

4. Karet dan hasil perkebunan

Potensi Pengalihan Pasar Perdagangan

Kebijakan ini bisa menghambat pertumbuhan industri ekspor Indonesia yang selama ini bergantung pada pasar AS.Menghadapi kenaikan tarif ini, eksportir Indonesia kemungkinan besar akan mencari pasar alternatif untuk menggantikan AS.

Negara-negara di Asia, Eropa, dan Timur Tengah bisa menjadi tujuan ekspor baru. akan tetapi, proses di versifikasi pasar tidak selalu mudah dan memerlukan waktu serta strategi perdagangan yang matang.

Pengaruh terhadap Investasi Asing

Indonesia selama ini menjadi salah satu destinasi investasi yang menarik bagi perusahaan global. Namun, tarif tinggi dari AS bisa membuat investor mempertimbangkan ulang rencana ekspansi mereka di Indonesia, terutama perusahaan yang berorientasi ekspor.

Baca Juga: Kontroversi AI Ghibli Mulai Panas, Sutradara dan Animator One Piece Mengecam

Hal ini bisa berdampak pada lapangan kerja dan pertumbuhan ekonomi nasional.Ketidakpastian dalam Hubungan Bilateral Peningkatan tarif ini juga bisa memperburuk hubungan diplomatik antara Indonesia dan AS.

Pemerintah Indonesia mungkin perlu melakukan negosiasi ulang atau mencari solusi melalui organisasi perdagangan internasional seperti WTO untuk mengurangi dampak negatif dari kebijakan ini.

Respons Global terhadap Kebijakan Tarif AS Tidak hanya Indonesia yang terkena dampak, tetapi juga banyak negara lain di Asia dan Eropa.

Negara-negara seperti Vietnam (+46%), Sri Lanka (+44%), Thailand (+36%), dan Tiongkok (+34%) juga menghadapi tarif tinggi.

Menurut Deborah Elms, kepala kebijakan perdagangan di Hinrich Foundation, langkah ini di anggap lebih buruk dari yang di harapkan.

Baca Juga: 5 Film Baru Terbaik di Netflix Menemani Libur Pasca Lebaran

“Tentu saja di lihat dari Asia, di mana semua orang terkena. Wilayah yang bergantung pada ekspor akan benar-benar berjuang dengan kenaikan harga yang sangat besar secara tiba-tiba,” ujarnya.

Dari sisi Tiongkok, analis perdagangan Bill Bishop memperkirakan bahwa Beijing tidak akan tinggal diam menghadapi kebijakan ini.

“Reaksi RRT tidak mungkin lemah, dan saya ragu Xi dan timnya akan berguling dan tidak melakukan apa-apa saat mencoba bernegosiasi,” ucapnya, di kutip Inspira Talk dari Al Jazeera.***

(CY)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *