Inspira Talk – “Malam yang penuh kesunyian, Sekar mengetik surat palsu untuk mengecoh Belanda.
Ia tahu, kadang perjuangan paling berani adalah diam yang tak terlihat.”
Begitulah penggalan dari cerita pendek berjudul Surat untuk Sultan yang dimuat dalam buku kumpulan cerpen Surat untuk Sultan (2025).
Baca Juga: Gus Yahya Tegaskan Tak Akan Mundur dari Ketum PBNU
Di balik buku kumpulan cerpen tersebut, tersimpan ketekunan dan semangat seorang penulis muda bernama Muflih Nour Azizah, mahasiswi angkatan 2025 Program Studi Ilmu Perpustakaan, Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta.
Buku Surat untuk Sultan tidak lahir begitu saja. Karya ini menjadi bagian dari rangkaian acara Temu Karya Sastra 2025 yang diselenggarakan oleh Dinas Kebudayaan (Disbud) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).
Dalam proses kreatifnya, ia mengungkapkan bahwa ketertarikannya pada sejarah dan kehidupan masyarakat Yogyakarta menjadi sumber utama inspirasinya. Ia mengamati kisah-kisah lama yang beredar di tengah masyarakat, kemudian menelusuri jejak sejarah melalui riset dan bacaan. Dari sanalah lahir gagasan untuk merangkai kisah yang berpijak pada kenyataan masa lalu, tetapi dibumbui dengan imajinasi.
Baca Juga: Prabowo Undang Presiden-Wapres Terdahulu Open House di Istana
“Jadi, tema keseluruhan dalam buku kumpulan cerpen Surat untuk Sultan adalah perpaduan antara perjuangan, sejarah, budaya, cinta, horor dan kemanusiaan yang berakar kuat pada nilai-nilai kehidupan masyarakat Yogyakarta,” ujarnya kepada Arina.
Ia menuturkan bahwa setiap cerita dalam kumpulan cerpen itu lahir dari riset sejarah yang kemudian dipadukan dengan imajinasi, hingga melahirkan tokoh-tokoh fiktif yang terasa hidup di dalam realitas budaya Yogyakarta.
Ketertarikan Izah pada dunia tulis-menulis sudah tumbuh sejak ia duduk di bangku kelas satu SMA, tepatnya ketika usianya baru menginjak 16 tahun. Saat teman-teman seusianya asyik dengan media sosial, Izah justru menemukan pelariannya dalam lembar-lembar kertas dan layar laptop. Dari sanalah benih kecintaannya pada sastra mulai tumbuh.
Baca Juga: Mengenal Dua Tokoh Revolusioner dari Tegal
Baginya, menulis cerita pendek bukan sekadar kegiatan menuangkan kata, tetapi juga menjadi ruang yang membebaskannya untuk menyalurkan imajinasi dan perasaan tanpa batas. Melalui tulisan, ia menemukan cara untuk berbicara dengan dunia dengan cara yang paling jujur dan personal.
Namun, perjalanan menulis tentu tidak selalu mudah. Ada masa-masa ketika ide terasa kering, dan semangat menurun karena sulit menemukan gagasan yang segar. Izah mengakui bahwa tantangan terbesar dalam menulis cerita pendek justru terletak pada bagaimana menemukan ide yang menarik sekaligus berbeda dari yang lain.
Perempuan kelahiran Gunungkidul, 11 Desember 2006 itu menuturkan, sebuah cerpen harus mampu dikemas secara singkat, namun tetap meninggalkan makna yang mendalam bagi pembacanya. Menurutnya, di sanalah letak seni menulis cerita pendek, menyampaikan gagasan besar dalam ruang yang terbatas, tanpa kehilangan kedalaman dan pesan yang ingin diungkapkan.
“Itu sih saya kira tantangan dalam menulis cerpen, menemukan ide yang menarik dan tidak biasa lalu mengemasnya secara singkat namun tetap memiliki makna yang dalam,” jelas perempuan yang aktif dalam komunitas sastra PlayOn Gunungkidul.
Dalam perjalanan menulisnya, Izah banyak terinspirasi oleh Tere Liye, salah satu penulis terkenal Indonesia. Menurutnya, Tere Liye memiliki kemampuan luar biasa dalam membangun dunia cerita yang hidup dan penuh imajinasi. Ia mengagumi bagaimana Tere Liye membangun dunia cerita yang terasa nyata, dengan karakter-karakter kuat dan pesan moral yang mendalam.
Ia mengatakan bahwa kekuatan karakter serta kedalaman makna dalam setiap karya penulis favoritnya itu menjadi dorongan tersendiri untuk terus belajar menulis dan mengasah kepekaan dalam bercerita.
“Tere Liye dikenal karena setiap karyanya memiliki alur yang khas dan sulit ditebak, sarat dengan imajinasi yang luas. Dunia yang ia bangun terasa begitu nyata, tokoh-tokohnya kuat, dan setiap cerita selalu mengandung pesan moral yang mendalam,” imbuhnya.
Ke depan, Izah berharap dapat terus menulis cerita-cerita yang bukan hanya menghibur, tetapi juga memberi manfaat bagi pembacanya. Ia ingin setiap karya yang lahir dari tangannya mampu menyentuh hati, menumbuhkan empati, dan menginspirasi siapapun yang membacanya. Ia percaya bahwa tulisan memiliki kekuatan untuk mengubah cara pandang seseorang terhadap dunia, bahkan dalam bentuk yang paling sederhana sekalipun.
Baginya, menulis adalah perjalanan panjang yang tidak pernah selesai. Selalu ada ruang untuk belajar, bereksperimen, dan memperbaiki diri. Ia sadar bahwa setiap penulis besar pun pernah memulai langkahnya dengan keraguan, dengan tulisan yang mungkin belum sempurna. Karena itu, ia selalu memegang satu prinsip sederhana yang menjadi pegangan dalam berkarya, terus menulis.
“Yang penting terus menulis sampai kata-katamu menemukan bentuknya sendiri,” imbuhnya.
Perjalanannya dalam dunia kepenulisan juga diwarnai dengan berbagai pencapaian yang membanggakan. Ia berhasil menerbitkan buku Surat untuk Sultan pada tahun 2025.
Sebelumnya, pada tahun 2024, ia meraih Juara 2 Lomba Menulis Cerpen yang diselenggarakan oleh Dinas Kebudayaan Daerah Istimewa Yogyakarta. Setahun sebelumnya, pada 2023, ia juga masuk dalam nominasi cerpen terbaik dari lembaga yang sama.
Kiprah Muflih Nour Azizah dalam dunia kepenulisan tidak berhenti pada satu atau dua karya saja. Tulisannya, baik berupa cerpen maupun esai, telah tersebar di berbagai media dan wadah publikasi. Sejak masa sekolah, ia sudah aktif mengirimkan tulisannya ke buletin sekolah. Beberapa karyanya kemudian dimuat dalam Pena Dewantara. Lalu Antologi Cerpen Temu Karya Sastra yang diselenggarakan oleh Dinas Kebudayaan Daerah Istimewa Yogyakarta pada tahun 2023, 2024, dan 2025.***