
Kampus Kelola Tambang/istimewa
Jakarta, Inspira Talk – Pengamat pendidikan dari Universitas Negeri Semarang (Unnes) Edi Subkhan, menilai keinginan pemerintah untuk memberikan Izin Usaha Penambangan (IUP) untuk kampus agar bisa mengelola usaha tambang tidak sesuai dengan raison d’etre dari perguruan tinggi.
“Perguruan tinggi adalah rumah bagi para cendekiawan mengembangkan ilmu pengetahuan, mengontrol pemerintah, memberdayakan masyarakat, dan mendidik calon-calon warga masyarakat yang baik. Kita mesti curiga apa motif di balik pemberian IUP tambang ke kampus-kampus,” Kata Edi, Kepada NU Online, Selasa, (28/1/2025).
Ia menganggap, pemerintah memberikan izin penambangan itu untuk memberikan dana tambahan kampus karena memang selama ini pemerintah membatasi dana atau lebih dari itu yakni pemerintah mencoba membungkam cara berpikir dan pendapat kampus dengan diberikan kenikmatan mengelola tambang.
“Saya menilai ada motif untuk membungkam suara-suara kritis dosen dan mahasiswa dengan cara menyogok kampus dengan tambang,”tegasnya.
Ia juga menjelaskan alur pemerintah mencoba membungkam kampus yang mempunyai pengaruh di masyarakat, termasuk kampus negeri, bahkan kampus selevel UI, UGM, atau IPB dan ITB yang menurutnya tidak pernah didesain untuk mengelola tambang.
Ketika pemerintah mendorong kampus-kampus negeri tersebut menjadi PTN-BH yang diiringi oleh berkurangnya subsidi pemerintah menjadi hanya kisaran 30% bahkan 20%an per tahun. Maka, Kata Edi, kampus memang harus putar otak untuk mencari pemasukan lain, jika tidak bisa maka cara paling mudah memang menaikkan uang SPP dan sumbangan pembangunan untuk kampus.
“Barangkali kondisi ini yang jadi salah satu alasan pemerintah untuk coba menutupi ketidakmampuannya membiayai pendidikan negeri yang sudah seharusnya menjadi tanggung jawabnya dengan memberikan IUP pengelolaan tambang,” jelasnya.
Ia juga menyoroti, sejauh kampus-kampus tersebut menjadi PTN-BH, belum ada yang mendirikan PT atau anak perusahaan yang khusus terkait eksploitasi alam. Agaknya memang karena akan terlalu banyak menghabiskan energi, waktu, dan sumberdaya kampus jika bidang tersebut digarap.
“Kalau pun kampus menerima, saya yakin kampus tidak akan mampu mengelolanya secara optimal. Sekali lagi karena kampus sebagai institusi dan dosen sebagai akademisi bukan didesain dan diberi mandat untuk itu. Belum lagi terkait isu lingkungan,” paparnya.
Jadi, Menurut Edi, kalau argumennya buat bantu kampus agar lebih stabil keuangannya, justru akan membiaskan dan mendistraksi tujuan perguruan tinggi itu sendiri, dan menunjukkan pemerintah betul-betul lepas tangan dan menjadikan PTN sebagai PTS yang semua hal harus cari sendiri.
Ia menilai, secara politis, begitu kampus terima, maka akan ada politik imbal balik, balas budi, yakni pihak yang menerima akan cenderung mengikuti dan mendukung hal-hal yang dikatakan dan lakukan oleh pihak yang memberi, dalam hal ini pemerintah.
“Kalau ada yang tidak beres di pemerintahan, maka dosen dan mahasiswa akan diwanti-wanti untuk tidak bersuara kritis kepada pemerintah karena pemerintah telah memberikan tambang ke mereka,” jelasnya.
Menurutnya, Ini amat sangat potensial terjadi, karena selama ini saja, di kampus-kampus negeri yang memposisikan sebagai aparatus pemerintah, bagian dari birokrasi pemerintah, lebih banyak diam sebagai institusi jika ada ketidakberesan pemerintahan.
“Lihat saja isu oligarki, omnibus law, dan lainnya. Apalagi jika ditambah sogokan IUP tambang,” tutupnya.