Yogyakarta, Inspira Talk – Universitas Islam Indonesia (UII) dipimpin oleh Rektor Fathul Wahid bersama sejumlah civitas akademika dosen, tenaga kependidikan maupun mahasiswa berkumpul dengan tegas menyatakan sikap tolak RUU TNI.
Dalam terik matahari, civitas akademika dosen, tenaga kependidikan maupun mahasiswa berkumpul nyatakan sikap bertagar #KAMPUSTOLAKDWIFUNGSI #INDONESIAGELAP #PERINGATANDARURAT pagi ini, Rabu (19/3).
Para peserta yang di perkirakan sebanyak 80-100 orang mengenakan pita hitam di lengan kirinya, dengan tegas menolak RUU TNI dan menggemakan penolakan tersebut.
Dalam pernyataan sikap ini di gelar di Gedung Dr. Sardjito Universitas Islam Indonesia (UII). Rektor UII, Fathul Wahid, juga turut menghadiri pernyataan sikap ini.
Dalam sambutannya Fathul menyatakan keprihatinannya terkait potensi ancaman terhadap demokrasi, melemahnya supremasi sipil, dan kemungkinan pelanggaran HAM serta represi yang dapat dilakukan oleh militer.
“Ada banyak alasan mengapa UII perlu menyampaikan hal ini. Kita punya sejarah kelam sebelum reformasi ketika itu dwifungsi abri masih berjalan kita jadi saksi ada banyak hal yang harus kita sesali dan kita tidak ingin itu terulang kembali,” kata Fathul, Rabu (19/3).
Rektor UII juga mengajak kampus sebagai rumah intelektual untuk menjaga moral publik agar tetap sehat dan berharap aksi tersebut di sambut oleh kampus lain dan masyarakat sipil untuk ikut menolak RUU TNI.
Baca Juga : Pro Kontra Polemik Revisi RUU TNI di Masyarakat, Ancaman Stabilitas Keamanan
“Hari ini tidak banyak harapan yang kita bisa berikan pada elemen bangsa yang lain. Sehingga kampus sebagai rumah intelektual seharusnya menjaga moral publik dan di sinilah kita berharap bahwa suara lantang yang keluar dari kampus mudah-mudahan di sambut kampus-kampus lain, juga di sambut kawan-kawan masyarakat sipil lain,” ujarnya.
Ada 5 dosen, 2 tenaga kependidikan, dan 3 mahasiswa juga melakukan orasi terhadap RUU TNI ini. Kelima dosen tersebut 3 adalah dosen UII dan 2 dosen dari FH UGM. Kemudian 2 tenaga kependidikan UII, dan 3 mahasiswa UII yang melakukan orasi.
Ada juga 2 mahasiswa bacakan puisi ‘Kami Malu, Pak Dirman’ dan ‘Derap Langkah Perlawanan’. Pernyataan sikap di bacakan oleh perwakilan dari Pusham UII, PSAD UII, dan PSHK UII. Usai pembacaan, peserta membunyikan kentongan sebagai simbol peringatan darurat.
Berikut poin-poin pernyataan sikapnya.
Pertama, menolak seluruh tahapan Pembentukan Revisi Undang-Undang TNI yang abai terhadap partisipasi masyarakat yang memadai atau meaningful participation dan meminta tahapan di buka kembali dari awal, di mulai dari perumusan Naskah Akademi yang memenuhi standar minimal.
Kedua, menolak seluruh tambahan jabatan sipil yang dapat di duduki oleh prajurit militer aktif, terutama jabatan sipil dalam hal penegakan hukum. Persoalan yang lebih mendasar justru terletak pada keberadaan pengadilan militer yang di kenal tertutup dan terbatas, karenanya di perlukan berbagai penyesuaian yang lebih tepat jika diatur dalam Undang-Undang TNI yang terbaru.
Ketiga, menolak dengan keras intervensi militer aktif dalam penegakan hukum, baik dari aspek kelembagaan maupun kewenangan. Sejarah Indonesia menunjukkan masuknya militer aktif dalam jabatan instansi penegak hukum berujung pada runtuhnya instansi Mahkamah Agung Republik Indonesia. (JS)